RSS

Rabu, 09 Desember 2009

AKHWAT SEJATI

Seorang gadis kecil bertanya pada ayahnya,
"Abi ceritakan padaku tentang Akhwat sejati?".

Sang ayah pun menoleh sambil kemudian tersenyum:
Anakku ...
Seorang akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hati yang ada di baliknya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan tetapi dari keikhlasan ia memberikan kebaikan itu.
Akhwat sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya
bicarakan.

Akhwat sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara.

Sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya.
"Lantas apa lagi Abi?", sahut putrinya.
Ketahuilah putriku ...
Akhwat sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian, tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani
mempertahankan kehormatannya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan tetapi dilihat dari Kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani tetapi dilihat dari sejauhmana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur.

Dan ingatlah ...
Akhwat sejati bukan dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul.
Setelah itu sang anak kembali bertanya, "Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu, Abi?"

Sang ayah memberikannya sebuah buku dan berkata,"Pelajarila h mereka!" Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihatlah sebuah tulisan "Istri Rosulullah"

--------------------------end of this session---------------------------------

Kalo yang ini .... akhwat sejati lagi..hehe..

Akhwat sejati tidak dilihat dari jilbabnya yang anggun, tetapi dilihat dari kedewasaannya dalam bersikap.

Akhwat sejati tidak dilihat dari retorikanya ketika aksi, tetapi dilihat dari kebijaksanaannya dalam mengambil keputusan.

Akhwat sejati tidak dilihat dari banyaknya ia berorganisasi, tetapi sebesar apa tanggungjawabnya dalam menjalankan amanah.

Akhwat sejati tidak dilihat dari kehadirannya dalam syuro', tetapi dilihat dari kontribusinya dalam mencari solusi dari suatu permasalahan.

Akhwat sejati tidak dilihat dari tasnya yang selalu membawa Al - Qur'an, tetapi dilihat dari hafalan dan pemahamannya akan kandungan Al - Qur'an tersebut.

Akhwat sejati tidak dilihat dari aktivitasnya yang seabrek, tetapi bagaimana ia mampu mengoptimalisasi waktu dengan baik.

Akhwat sejati tidak dilihat dari IP-nya yang cumlaude, tetapi bagaimana ia mengajarkan ilmunya pada umat.

Akhwat sejati tidak dilihat dari tundukan matanya ketika interaksi, tetapi bagaimana ia mampu membentengi hati.

Akhwat sejati tidak dilihat dari partisipasinya dalam menjalankan kegiatan, tetapi dilihat dari keikhlasannya dalam bekerja.

Akhwat sejati tidak dilihat dari sholatnya yang lama, tetapi dilihat dari kedekatannya pada Robb di luar aktivitas sholatnya.

Akhwat sejati tidak dilihat kasih sayangnya pada orang tua dan teman - teman, tetapi dilihat dari besarnya
kekuatan cinta pada Ar - Rahman Ar - Rahiim.

Akhwat sejati tidak dilihat dari rutinitas dhuha dan tahajjudnya, tetapi sebanyak apa tetesan air mata penyesalan yang jatuh ketika sujud

http://simplicity.inc.md/index.php?option=com_content&task=view&id=87&Itemid=1
Read More..

10 Karakter Muslimah

Karakter ini merupakan pilar pertama terbentuknya masyarakat islam maupun tertegaknya sistem islam dimuka bumi serta menjadi tiang penyangga peradaban dunia.

Kesepuluh karakter itu adalah :

1. Salimul Aqidah, Bersih Akidahnya dari sesuatu hal yang mendekatkan dan menjerumuskan dirinya dari lubang syirik.


2. Shahihul Ibadah, Benar Ibadahnya menurut AlQur’an dan Assunnah serta terjauh dari segala Bid’ah yang dapat menyesatkannya.

3. Matinul Khuluq, Mulia Akhlaknya sehingga dapat menunjukkan sebuah kepribadian yang menawan dan dapat meyakinkan kepada semua orang bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin).

4. Qowiyul Jismi, Kuat Fisiknya sehingga dapat mengatur segala kepentingan bagi jasmaninya yang merupakan amanah/titipan dari Alloh SWT.

5. Mutsaqoful Fikri, Luas wawasan berfikirnya sehingga dia mampu menangkap berbagai informasi serta perkembangan yang terjadi disekitarnya.

6. Qodirun ‘alal Kasbi, Mampu berusaha sehingga menjadikannya seorang yang berjiwa mandiri dan tidak mau bergantung kepada orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

7. ujahidun linafsihi, Bersungguh sungguh dalam jiwanya sehingga menjadikannya seseorang yang dapat memaksimalkan setiap kesempatan ataupun kejadian sehingga berdampak baik pada dirinya ataupun orang lain.

8. Haritsun ‘ala waqtihi, Efisien dalam memanfaatkan waktunya sehingga menjadikannya sebagai seorang yang pantang menyiakan waktu untuk melakukan kebaikan, walau sedetikpun. karena waktu yang kita gunakan selama hidup ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Alloh SWT.

9. Munazhom Fii Su’unihi, Tertata dalam urusannya sehingga menjadikan kehidupannya teratur dalam segala hal yang menjadi tanggung jawab dan amanahnya. Dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan baik dengan cara yang baik.

10. Naafi’un Li Ghairihi, Bermanfaat bagi orang lain, sehingga menjadikannya seseorang yang bermanfaat dan dibutuhkan. Keberadaannya akan menjadi sebuah kebahagiaan bagi orang lain dan Ketiadaannya akan menjadikan kerinduan pada orang lain.

Mudah-mudahan dengan kesepuluh karakter yang dikemukakan diatas menjadikan kita termotivasi untuk dapat merealisasikannya dalam diri kita.Amin.
http://auliyaa.blogdetik.com/2009/03/19/ingat10-karakter-muslimmuslimah-sejati/
Read More..

Antara KEBEBASAN dan KETERBUKAAN

Pengalaman seorang akhwat ketika masih SMA, waktu itu ada pertemuan antara pihak sekolah dengan pengurus musholla. Pihak sekolah ingin bertemu dengan semua pengurus, laki-laki maupun wanita. Maka itulah kali pertama para akhwat menyebrangi hijab di Musholla, yang membatasi ruang laki-laki dengan wanita. Berada dalam satu ruangan, dengan posisi berhadap-hadapan walau berjarak cukup jauh, itu situasi yang langka. Karuan saja rasa kikuk menyerbu saat itu. Para akhwt duduku kaku tertunduk, kalaupun bersuara hanya berbisik. Dan ketika pertemuan berakhir, rasanya baru bisa bernapas lega.
Pengalaman lain, ketika seorang akhwat sedang berjalan bersama akhwat yang lain, kebetulan berpapasan dengan dua orang ikhwan kakak kelas. Mungkin ada keperluan dengan memberi salam. Salam itu dijawab akhwatnya tapi sejurus kemudian yang terjadi adalah saling dorong, siapa yang mau bicara dengan ikhwan itu. Tak ada yang mengalah. Alhasil, akhwat berdua itu malah bergegas pergi sambil mencari-cari akhwat yang seangkatan dengan ikhwan tadi. Terlau…?!
Tapi zaman sudah berubah, jangankan berada dalam satu ruangan dengan posisi berhadap-hadapan, makan bersama di satu meja pun, OK-OK saja. atau berada dalam satu mobil dan bercanda ria sepanjang perjalanan, itu sudah biasa. Bahkan, dalam forum yang seharusnya formal seperti rapat sekalipun, atmosfir saling ‘mencela’ dan bergurau antara ikhwan dan akhwat tidak sulit ditemui.
Sempat terpikir, mungkin perubahan yang terjadi semata-mata bentuk penyesuaian dakwah yang semakin terbuka. Namun jika sekian fenomena menyuarak: ikhwan dan akhwat berlama-lama ngobrol di telepon (padahal yang membayar tagihan orang tua), ada yang memasang foto sesama aktifis kampus pujaannya di meja belajar, ikhwan dan akhwat sudah berani ‘jalan bareng’, padahal mereka tak tahu apa-apa tentang taqdirullah. Akhwat yang mengalami depresi berat karena ‘ditinggal’ menikah oleh seorang ikhwan, bahkan ikhwan dan akhwat berhubungan terlalu jauh sampai berzina… itu semua bukan kebetulan kan?!
Ilustrasi pertama dan kedua, sebetulnya sama-sama tak layak ditiru. Sikap yang terlalu kakum justru menghambat komunikasi. Namun gaya komunikasi yang terlalu cair tentu saja beresiko membuka celah kemaksiatan. Lalu tidakkah mungkin bahwa ternyata kedua ‘kekeliruan’ tdai seharusnya punya satu pokok masalah, yaitu pemahaman?
Terkadang kita terjebak dengan group value. Kita mengikuti suatu nilai, semata-mata karena nilai itulah yang dianggap berharga dalam kelompok. Boleh jadi karena menganut group value itulah, sehingga dulu ada budaya ikhwan-akhwat bicara dengan posisi saling membelakangi. Sampai-sampai ada seorang ikhwan yang terus menerus bicara, padahal lawan bicaranya sudah pergi entah kemana.
Dan kini, mungkin karena group value juga sehingga ada tren akhwat pulang malam. Awalnya karena kepentingan mendesak, tapi lama-lama muncul pameo: akhwat yang tidak pulang malam, jam terbangnya diragukan?! sungguh menyedihkan ketika ada seorang akhwat berujar, “Dulu di SMA saya jarang sekali bergurai dengan ikhwan, tapi setelah di kampus bertemu banyak ikhwan yang sering mengajak bergurau, saya jadi terbiasa….” Lho?!
Harus kita ingat bahwa tarbiyah bukan proses labelisasi. Tarbiyah tak bertujuan membuat kita menjadi produk-produk homogen yang monoton, jumudm ataupun imma’ah (ikut-ikutan). Melainkan diharapkan menjadi orang yang memiliki standar yang jelas dalam setiap sikap.
Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 177, Allah mencela orang-orang musyrik yang menyandarkan nilai-nilai kebajikan (Al-Birr) pada persangkaan jahiliyah mereka. Sedangkan pada surat al Israa’ ayat 36, Allah SWT mengingatkan agar kita tidak mengikuti sesuatu jika tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Bicara tentang pergaulan aktfis islam, jelas aktifis muslimah memainkan peran penting di dlamanya. Melongok kiprah shahabiyah dalam berinteraksi dengan masyarakat, meraka bukan sosok steril yang tidak melakukan interaksi dengan kaum laki-laki.
Di antara mereka ada yang menyampaikan tuntutannya dengan Rasulullah, menjenguk muslim yang sakit, turut serta dalam perjamuan dan berbagai pertemuan, ikut berdinamika dalam berbagai peperangan, menyampaikan kritik secara langsung dan terbuka kepada khilafah, bahkan istri-istri Rasulullah menjadi tempat bertanya para shahabat setelah Rasulullah saw wafat.
Namun satu hal yang harus dicatat, bahwa para shohabiyah dan generasi muslimah terdahulu melakoni segala hak kebabasan mereka dengan pemahaman, penuh kehati-hatian, dan kontrol diri yang kuat.
Misalnya saja pada kisah dua orang puteri Nabi Syu’aib as. Mereka tidak menutup mata dari tugas memberi minum ternak, dalam rangka berbakti kpd orang tua. Mereka juga sadar, bahwa tugas itu harus mereka jalani dengan resko harus berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahram. Maka dn sabar mereka hadapi resiko itu dengan strategi menunggu giliran memberi minum sehingga mereka tak perlu bercampur baur dengan laki-laki yang bukan mahramnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, dikisahkan seorang muslimah datang dan menyerahkan dirinya (agar dinikahi) kepada Rasulullah saw. Ia paham bahwa ia memiliki kebebasan menawarkan dirinya kepada muslim yang sholih.
Namun ketika ia melihat Rasulullah saw tidak memutuskan apa-apa mengenai dirinya, ia pun duduk dan bahkan membiarkan Rasulullah saw menikahkannya dengan laki-laki lain. Nyata sekalim bahwa ia menyerahkan diri kepada Rasulullah saw semata-mata dalam rangka baktinya kepada beliau, bukan karena hawa nafsu. Betapa indah cara mereka membingkai dirinya dengan pemahaman.
Ketika seorang muslimah memahami kebebasannya, pada saat yang sama ia juga harus memahami keterbatasannya. Ia haru memahami bahwa dirinya mempunyai potensi fitnah yang besar. Kalau saja potensi itu sesuatu yang bisa diabaikan, tentunya Rasulullah tidak sampai bersabda, “Aku tidak meninggalkan sesudahku fitnah bagi kaum lelaki lebih berbahaya daripada perempuan” (Muttafaqun alaihi)
Seorang muslimah, terutama dalamusia belia, harus memahami bahwa pertemuannya dengan seorang laki-laki memiliki kemungkinan dimanipulasi oleh setan yang terkutuk. Dalam satu riwaya Ath-Thabrani dan Ali dikatakan Rasulullah saw bersabda “Aku melihat seorang anak laki-laki dna seorang anak perempuan yang sama sama masih muda belia. Aku khawatir keduanya akan dimasuki oleh setan”
Terkadang aktifis muslimah begitu cepat tsiqoh dan merasa save ketika berinteraksi dalam ruang lingkup organisasi Islam. Ia berpikir “Toh senior dan teman-teman saya adalah orang yang paham” Akibatnya ia tidak membangun imunitas yang cukup kokoh untuk melindunginya dari kemungkinan berzina. Padahal, setiap manusia memiliki kecenderungan berzina.
Dari Ibnu Abbas dikatakan: “Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih mirip dengan perbuatan dosa kecil dibandingkan apa yang dikatakan oleh Abu Hurairah mengenai Nabi saw, yaitu Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah menentuka manusia cenderung berzina. Hal itu sama sekali tidak bisa dihindari dan pasti terjadi. Zina mata adalah memandang, zina lidah bertutur, zina nafsu adalah berharap-harap dan berkeinginan mendapatkan sesuatu, sementara kemaluan membenarkan atau mendustakan hal tersebut.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Abdul Halim Abu Syuqqah dalam kitab Tahrirul Mar’ah fii ‘Ashrir Risalah mengemukakan bahwa Islam telah mengatur peran wanita dalam kehidupan sosial dengan etika yang sangat sempurna. Etika tersebut memiliki karakter sebagai berikut:
Pertama, etika tersebut tidak menghambat proses keseriusan hidup serta tetap mempertahankan akhlak dan harga diri manusia.
Kedua, etika tersebut menumbuhkembangkan kesejahteraan dan kemakmuran, menjauhkan manusia dari kemungkaran sekaligus menempanya sehingga tidak terseret arus kejahatan.
Ketiga, etika tersebut menjamin kesehatan mental laki-laki dan wanita secara merata karena tidak membuka peluang sikap berlebih-lebihan, melanggar norma asusila atau memancing syahwat.
Selain itu, etika itupun tidak menimbulkan sikap pura-pura malu, tidak menimbulkan perasaan sensitif yang berlebihan terhadap lawan jenis, serta tidak menimbulkan seorang wanita menutup diri dari seorang laki-laki.
Sebaik-baik urusan adelah pertengahan. Ali ra mengatakan, “Hendaklah kalian mengambil model atau contoh yang pertengahan. Yang terlanjur hendaklah surut dan yang tertinggal hendaklah menyusul.”
Wallahu a’lam bis shawab

(dikutip dari majalah Al Izzah No.15/Th.2, 31 Maret 2001)
Read More..

Akhwat Gaul, SO WHAT??

Kini kian banyak remaja putri yang menyadari hakikat hidupnya. Nggak heran kalo aktivitas mereka dilingkupi hal-hal berbau surga, seperti ngaji dan dakwah. Sayang, kadang anak-anak baek ini justru dicap eksklusif, nggak gaul dan bahkan kuper.

Di tengah gempuran berbagai tren Barat, muslimah kaffah emang semakin terjepit posisinya. Pakai jilbab yang bener malah dilecehkan dengan sebutan nggak ngikuti mode. Mau menjaga izzah dengan membatasi pergaulan malah dibilang kuper. Niat mendakwahi temen yang salah justru dibilang rese. Repot memang.

Padahal yang namanya dinamika kehidupan remaja tuh nggak bisa dihindari. Mulai tren mode pakaian, tatanan rambut, kosmetik, sepatu, fasyen, tas hingga pernak-pernik lainnya mengepung dari berbagai penjuru. Walhasil, kita-kita yang muslimah kudu bisa bawa diri, gimana caranya agar nggak dibilang kuper, tapi tetep syar'i. Yes, gaul tapi syari, gitu loh.

Dalam milih temen misalnya. Meski kita pakai jilbab, nggak dosa kok temenan ama yang masih buka aurat. So, biar nggak terkesan pilih-pilih temen, nggak seru dong kalo kita cuma temenan ama para jilbaber aja. Kecuali kalo pilih sahabat, lain lagi pertimbangannya. Yang penting meski temenan ama non jilbaber jangan sampai kita yang terbawa kebiasaan buruk atau pola pikir mereka yang mungkin nggak islami. Justru kita yang mewarnai bagaimana agar mereka tertarik dengan keislaman kita. Lebih bagus kalo akhirnya mau diajak ngaji. Read More..

Selasa, 01 Desember 2009

Talk to My Mind

Terkadang waktu berjalan begitu lambat,, dikala diri ini begitu merindukan "seonggok" kasih sayang yang... bagi orang lain begitu murah bahkan tak bernilai untuk mendapatkannya.. tapi bagiku???? mungkin uang sebanyak apapun belum cukup untuk mendapatkan "sebuah benda" yang saat ini begitu ingin aku miliki.. mengisi sepi hariku dengan selalu menyebut namaMu serta bermunajat mengagungkanMu.. tanpa sadar betapa besar dosa dalam raga,, yang tak pernah surut untuk berjuang di jalan taqwa.. menelusuri jejak para nabi..mungkin jika iman ini begitu lemah, tak akan ada harapan bagiku untuk menjalani hidup.. namun, bersyukur tetap menjadi kewajiban bagiku.. aku begitu kecil,, kerdil,, di banding dengan keagungan Allah.. Ya Rabb semoga apa yang sedang aku jalani ini menjadikanku sebagai orang-orang yang semakin mendekat kepadaMu bukan mereka yang justru menjauh dariMu.. aku tak mau..
Masih banyak hal yang ingin aku kecap untuk mengisi sisa umur yang entah berapa lama lagi.. tapi,, apakah bias menjalaninya tanpa ada “kasih sayang” yang seakan telah terkikis oleh waktu?? Sungguh.. aku hanya manusia biasa yang masih ingin mendapatkan kasihsayang dan perhatian dari mereka.. seakan aku ini makhluk asing,, tanpa tau bagaimana keadaanku, tanpa mengerti betapa keringnya hati ini.. seolah gurun yang tak pernah tersiram air hujan ..
Fisik ini berucap iya,, namun jiwa tak bias di bohongi.. ia tetap berkata TIDAK! Sepahit apapun.. seperti itulah diriku saat ini.. begitu lemah tapi ingin tetap berjuang.. senyum yang selama ini mengembang menunjukkan betapa hati ini menangis.. betapa hati ini ingin berucap sesuatu..
Bagaimana jika apa yang selama ini kita lakukan dengan sungguh-sungguh seakan-akan hanya bermain ??? padahal kerja keras lah yang selama ini menemaniku, mengajariku akan pentingnya pantang menyerah.. setiap hari sekolah.. belajar selama kurang lebih 8jam.. belum lagi PR dan tugas yang harus diselesaikan dalam waktu yang bersamaan.. terkadang baru bias memejamkan mata sampai larut malam.. aku tak keberatan dengan ini semua,, sama sekali TIDAK!! Tapi,, kenapa mereka masih belum bias mengerti ??? sampai di rumah,, betapa inginnya aku menangkan fikiran,, tapi apa yang kudapat?? Omelan-omelan yang sama sekali tidak ingin aku dengar, yang tidak ingin aku menanggapinya.. apakah salahku?? Penuntutan prestasi yang luar biasa mungkin salah satu dari seribu satu alasan omelan itu.. bayangakan saja.. saat sampai rumah dengan kondisi fisik yang lelah serta fikiran yang lemah, mendapatkan sembutan yang dingin, .. Ya Rabb ,, aku tak ingin membuat mereka kecewa, tak ingin sekali..
Mam andaikan selama ini engkau tau.. betapa rindunya hatiku padamu.. sampai kapan aku harus menjalani ini Mam?? Jawab aku.. beri aku waktu untuk bias sejenak merasakan belaianmu.. 5menit saja.. tak tahan lagi untuk memelukmu.. menceritakan semua keluhku,.. ijinkan aku menangis di pundakmu dalam kelembutan tangan dan hatimu.. hanya bicara via telepon rasanya sama saja.. aku tak sanggup.. tak sanggup jika suatu saat nanti aku takkan bias bertemu denganmu untuk selamanya.. benar-benar belum siap.. ingin rasanya aku bersujud di kakimu.. mencurahkan segala kasih sayang yang ingin aku berikan yang ingin aku balaskan atas seluruh pengorbanan dan kesetiaanmu selama ini.. ijinkan aku,, ijinkan aku untuk menbalasnya..
Betapa egoisnya diri ini jika tak pernah memberikan kebahagiaan yang setidaknya bias menghibur hatimu.. aku ingin memberikan sebuah kenangan yang mungkin tak berharga.. namun ketahuilah, ini dari hatiku yang terdalam.. betapa aku ingin mengatakan “I’M VERY LOVE U, MAM”.. tapi aku ingin bertemu mam,, katamu 1tahun lagi.. tapi bagiku bagaikan 100 tahun..
Mungkin, jika tak bias aku bertemu denganmu secara langsung, biarkan Allah menautkan hati kita.. menyampaikan isi hatiku ke dalam hatimu yang suci .. hati yang tak kan lelah untuk memberikan kasih sayang.. semoga.. Ya Rabb lindungilah beliau, mudahkanlah setiap urusannya.. serta tautkanlah hati kami..
At least,, aku hanya bisa mendoakanmu.. terus berdoa.. menyerahkan segala urusan kepada yang haq,, Dialah Allah yang Maha Mengasihi.. rencana yang tersimpan dalam genggamanNya coba kutunggu dalam semangat yang tak pernah pudar,, Amiin..
Read More..